DPNTimes.com,-Sejarah pendidikan Indonesia pada masa penjajahan Belanda merupakan bagian penting dalam perjalanan panjang bangsa menuju kemerdekaan.
Sistem pendidikan kolonial dibentuk dengan tujuan mempertahankan kekuasaan, bukan untuk mencerdaskan seluruh rakyat.
Namun, di balik ketidakadilan tersebut, sistem pendidikan kolonial juga memunculkan bibit intelektual, gerakan nasionalisme, serta konsep pendidikan modern yang kelak mempengaruhi struktur pendidikan Indonesia.
.
Latar Belakang Sistem Pendidikan Belanda di Nusantara
1.1 Pendidikan sebagai Alat Kekuasaan
Ketika Belanda menguasai Nusantara melalui VOC pada abad ke-17, pendidikan formal belum menjadi prioritas. Sistem pendidikan modern baru berkembang pada abad ke-19 setelah pemerintah kolonial mengambil alih kekuasaan dari VOC.
Tujuan utama pendidikan kolonial bukan untuk meningkatkan kesejahteraan pribumi, melainkan:
-
menciptakan tenaga kerja semi-terdidik untuk kepentingan administrasi kolonial,
-
mempertahankan struktur sosial rasial,
-
memastikan stabilitas kekuasaan kolonial,
-
membatasi kemampuan pribumi untuk mengakses pengetahuan yang dapat menimbulkan perlawanan.
Dengan demikian, pendidikan kolonial bersifat sangat politis dan manipulatif.
1.2 Pengaruh Agama dalam Pendidikan Awal
Sebelum sistem kolonial modern diterapkan, pendidikan lebih banyak dilakukan oleh:
Namun pembangunan pendidikan formal secara luas baru terjadi ketika Belanda mulai merumuskan sistem sekolah bertingkat. Di masa awal, pendidikan misionaris sering dijadikan alat penyebaran agama dan penguat kekuasaan kolonial.
Struktur Pendidikan Kolonial yang Bersifat Diskriminatif
Salah satu ciri paling menonjol dari pendidikan kolonial adalah stratifikasi berdasarkan ras.
2.1 Pembagian Tiga Golongan Ras
Pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, sekolah di Hindia Belanda disusun berdasarkan klasifikasi penduduk:
-
Eropa: Belanda & bangsa kulit putih lainnya
-
Timur Asing: Tionghoa, Arab, India
-
Pribumi: penduduk asli Nusantara
Dari pembagian rasial ini, sistem pendidikan kemudian dirancang agar:
-
Eropa memperoleh pendidikan terbaik,
-
Timur Asing mendapat akses terbatas,
-
pribumi mendapat pendidikan paling rendah dan minim fasilitas.
2.2 Jenis-Jenis Sekolah Kolonial
a. Europeesche Lagere School (ELS)
-
Sekolah dasar elit khusus Eropa.
-
Pengantar bahasa Belanda.
-
Fasilitas sangat lengkap.
-
Pribumi hanya bisa masuk dengan syarat ketat.
b. Hollandsch-Inlandsche School (HIS)
-
Sekolah untuk priyayi atau pejabat pribumi.
-
Akses terbatas, tidak untuk rakyat biasa.
-
Kurikulum lebih baik dari sekolah rakyat, namun jauh di bawah ELS.
c. Volkschool (Sekolah Rakyat)
-
Hanya 3 tahun pendidikan.
-
Ditujukan untuk rakyat pribumi biasa.
-
Kurikulum sangat dasar: membaca, menulis, berhitung.
-
Sangat minim fasilitas.
Sekolah ini sengaja dibuat rendah kualitas agar rakyat tidak memiliki kesempatan naik kelas sosial.
d. MULO, AMS, dan HBS
Jenjang pendidikan menengah dan atas:
Sebagian elit pribumi berkesempatan masuk. Dari sinilah muncul tokoh pergerakan seperti:
Kurikulum dan Metode Pengajaran Kolonial
3.1 Kurikulum yang Dibentuk untuk Kepentingan Kolonial
Kurikulum kolonial tidak dirancang untuk mencerdaskan rakyat, melainkan mendukung kepentingan ekonomi dan politik Belanda.
Materi pelajaran umumnya berfokus pada:
-
bahasa Belanda,
-
aritmatika,
-
ilmu bumi versi kolonial,
-
pendidikan moral yang mendukung kepatuhan pada pemerintah kolonial,
-
administrasi dasar.
Pengetahuan sejarah Indonesia atau budaya lokal umumnya tidak diajarkan.
3.2 Bahasa Belanda sebagai Pemisah Kelas Sosial
Penguasaan bahasa Belanda menjadi simbol status sosial:
-
Siapa yang menguasainya dianggap modern dan beradab.
-
Bahasa Belanda menjadi syarat untuk memperoleh pekerjaan administratif.
Akibatnya, masyarakat yang tidak memiliki akses ke sekolah berbahasa Belanda semakin terpinggirkan.
3.3 Minimnya Pendidikan Sains dan Teknologi
Belanda tidak ingin pribumi menguasai teknologi yang dapat meningkatkan kekuatan bangsa.
Hasilnya:
-
hanya sedikit sekolah teknik,
-
tenaga teknis lebih banyak diimpor dari luar,
-
pribumi diposisikan sebagai tenaga kerja rendah.
Politik Etis dan Perubahan Lanskap Pendidikan
4.1 Lahirnya Politik Etis (1901)
Setelah kritik tajam dari tokoh-tokoh Belanda seperti C. Th. van Deventer, lahirlah Politik Etis.
Program utamanya:
Meskipun “edukasi” digadang-gadang sebagai upaya memajukan pribumi, realisasinya tetap sangat terbatas.
4.2 Dampak Politik Etis terhadap Pendidikan
Dampak positif:
-
Pembangunan lebih banyak sekolah rakyat.
-
Pelatihan guru pribumi mulai dilakukan.
-
Muncul generasi baru intelektual pribumi.
Dampak negatif:
-
Kualitas sekolah rakyat tetap rendah.
-
Dana pendidikan masih sangat kecil.
-
Akses hanya meningkat untuk sebagian kecil penduduk.
Secara keseluruhan, politik etis memberi celah bagi pendidikan pribumi, namun tidak menyentuh akar diskriminasi.
Peran Tokoh-Tokoh Pergerakan dalam Pendidikan
5.1 Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa
Ki Hajar Dewantara membangun Taman Siswa pada 1922 sebagai perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial. Konsep pendidikannya menekankan:
-
kemerdekaan berpikir,
-
pembentukan karakter,
-
pendidikan untuk semua,
-
penghargaan terhadap budaya bangsa.
Semboyannya yang terkenal:
“Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.”
5.2 Organisasi Islam dan Pendidikan
Beberapa organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mendirikan sekolah yang:
-
terbuka bagi pribumi,
-
mengajarkan agama dan pengetahuan umum,
-
menolak diskriminasi kolonial.
5.3 Lahirnya Intelektual Anti-Kolonial
Dari sekolah menengah kolonial lahir intelektual yang memimpin pergerakan nasional:
-
Soekarno (THS – sekolah teknik Belanda)
-
Mohammad Hatta (HBS dan Belanda)
-
Sutan Sjahrir
Mereka memanfaatkan pendidikan Belanda untuk menentang kolonialisme dari dalam.
Sistem Pendidikan Kolonial sebagai Instrumen Kontrol
6.1 Upaya Pembatasan Akses Pendidikan Tinggi
Belanda secara sengaja menghambat pribumi untuk menempuh pendidikan tinggi.
Faktanya:
-
Sebelum 1940, hanya segelintir pribumi yang bisa kuliah.
-
Perguruan tinggi sangat terbatas.
-
Biaya sangat mahal.
6.2 Pengawasan Ketat terhadap Pelajar
Pelajar pribumi sering dianggap berbahaya karena berpotensi mempelajari gagasan modern seperti:
-
nasionalisme,
-
demokrasi,
-
kesetaraan ras.
Belanda sering memantau sekolah dan organisasi pemuda.
6.3 Pendidikan sebagai Propaganda
Pelajaran sejarah dan ilmu bumi sering disusun untuk:
-
menonjolkan kejayaan Belanda,
-
mereduksi sejarah lokal,
-
mendorong loyalitas kepada pemerintah kolonial.
Dampak Sistem Pendidikan Kolonial terhadap Masyarakat Indonesia
7.1 Ketimpangan Pendidikan Antarwilayah
Belanda hanya membangun sekolah di:
-
kota besar,
-
pusat perdagangan,
-
daerah strategis ekonomi.
Daerah pedalaman hampir tidak tersentuh.
7.2 Rendahnya Literasi Nasional
Akibat pembatasan akses:
-
mayoritas pribumi buta huruf,
-
fasilitas minim,
-
guru terbatas.
Ini menyebabkan tertinggalnya kemampuan literasi di awal kemerdekaan.
7.3 Lahirnya Golongan Elite Terpelajar
Walau kecil, golongan elite terpelajar inilah yang mengambil alih kepemimpinan bangsa menuju kemerdekaan:
-
tokoh politik,
-
wartawan,
-
aktivis pergerakan,
-
pendidik.
Warisan dan Pengaruh Pendidikan Kolonial dalam Sistem Pendidikan Modern
8.1 Sistem Sekolah Bertingkat
Model kelas, jenjang, dan kurikulum nasional saat ini merupakan warisan kolonial yang dimodifikasi.
8.2 Ketimpangan Pendidikan yang Masih Berlanjut
Masalah yang sudah ada sejak kolonial masih terlihat hingga hari ini:
-
kualitas pendidikan kota vs desa,
-
akses fasilitas,
-
ketimpangan antarwilayah.
8.3 Bahasa Belanda dan Modernisasi Pendidikan
Bahasa Belanda memengaruhi banyak istilah dalam pendidikan modern:
-
administrasi,
-
birokrasi,
-
pedagogi.
8.4 Munculnya Lembaga Pendidikan Nasional
Organisasi pendidikan seperti:
-
Taman Siswa,
-
Muhammadiyah,
masih menjadi pelopor pendidikan hingga saat ini.
Kesimpulan
Pendidikan Indonesia pada masa penjajahan Belanda merupakan sistem yang dirancang untuk melanggengkan kekuasaan kolonial.
Pendidikan diberikan secara bertingkat untuk menjaga struktur sosial, dengan kualitas terbaik hanya diberikan kepada bangsa Eropa.
Namun dalam kondisi penuh ketidakadilan itu, pendidikan kolonial justru melahirkan tokoh-tokoh pergerakan dan pemikir bangsa yang berjuang untuk kemerdekaan.
Warisan pendidikan kolonial masih dapat dirasakan hingga kini: ketimpangan kualitas, struktur sekolah, hingga semangat perlawanan melalui pendidikan.
Memahami sejarah ini membantu Indonesia membangun sistem pendidikan yang lebih merata, humanis, dan berkeadilan.







0 comments:
Posting Komentar